Lakukan Mediasi, Pj Bupati Tebo Aspan Jamin 5 Perangkat Desa Jambu Kembali Kerja Pelantikan Kades di Tebo Serentak Dilaksanakan di Taman Tanggo Rajo, Ini Kata Aspan Lantik 39 Kades Terpilih, Pj Bupati Tebo Minta Kades Segera Bekerja 4 Pejabat Eselon II Pemkab Tebo Diambil Sumpah Jabatan, 1 Orang Dimutasi WALHI Jambi dan LP2LH Laporkan Dinas Kesehatan dan KB ke Kejaksaan Negeri Tebo

Home / Berita / Opini

Jumat, 10 Februari 2023 - 09:27 WIB

Refleksi Singkat Perjalanan dan Sikap Politik NU

Sekretaris DPC PKB Tebo Amer Muamar, foto : Ist

Sekretaris DPC PKB Tebo Amer Muamar, foto : Ist

Oleh : Amer Muamar

NU DAN PENGUASA/KEKUASAAN

(Refleksi Singkat Perjalanan dan Sikap Politik NU)

Sudah satu abad lamanya, NU masih tetap berdiri kokoh mengamalkan serta mengawal ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Ajaran ini pula yang mempengaruhi sikap dan pendirian NU dalam praktek politiknya sepanjang sejarah perjalanan bangsa.

Sejak Presiden pertama Soekarno, sampai orang NU sendiri menjadi presiden, NU juga tetap dengan pendiriannya. Mengambil jalan tengah (jalan terbaik) dalam setiap dinamika, sekalipun itu dianggap merugikan NU sendiri.

Dapat dilihat bagaimana hubungan NU dengan Soekarno, Soeharto dan setelahnya. Secara kasat mata, hampir dibilang mesra. Itu semua karena NU tidak memiliki watak sebagai pemberontak kepada pemerintahan yang sah.

Memang tidak mudah, tapi NU melakukan hal tersebut dengan penuh perhitungan. Kecerdasan dalam mengurai konflik, mengatasi masalah bangsa, seruwet apapun masalah yang dihadapi.

Dalam sikap politik yang dilakoni NU dan para pimpinannya, konsekuensi tetap diterima dengan lapang dada. Mulai dituding sebagai penjilat kekuasaan, antek PKI, haus kekuasaan dan lain sebagainya dicicipi NU.

Namun demikian, disadari atau tidak, sikap itulah yang menyelamatkan NU dan bangsa ini. NU tetap berdiri kokoh dengan prinsip dan garis perjuangannya, membuat NU semakin disegani, semakin digandrungi oleh banyak orang.

Tantangan demi tantangan dapat dilewati. KH Hasyim Asy’ari dalam perjuangannya melawan penjajah, KH Wahab Chasbullah dalam kiprahnya pada masa orde lama serta tantangannya, KHR As’ad Syamsul Arifin dan Gus Dur dengan sikap keduanya menghadapi kekuasaan orde baru. Dalam praktek politik kebangsaan, praktis dengan berbagai kelompok di luar NU, maupun langsung dengan masalah aqidah umat islam.

Sebagai contoh; KHR As’ad Syamsul Arifin pada tahun 90-an mendapati penjelasan dalam buku Pendidikan Moral Pancasila (PMP), ada satu kalimat yang berbahaya bagi aqidah umat islam. Menyatakan semua agama benar. Beliau mengirimkan surat waktu itu kepada Presiden Soeharto yang pada akhirnya dirubah.

BACA JUGA :  Pererat Silaturahmi, Golkar Tebo Gelar Buka Bersama dan Santuni Anak Yatim

Begitu juga ketika Pancasila dipaksakan sebagai azas tunggal bagi semua organisasi masyarakat termasuk NU. Seolah-olah Pancasila menggantikan agama. Ketika itu langsung beliau berangkat ke istina menemui Presiden Soeharto. Menanyakan kepada Soeharto apakah benar bahwa Pancasila akan menggantikan agama?

Jawaban Soeharto ternyata tidak. Bahkan Soeharto mengakui jika sila pertama Pancasila sesuai dengan ajaran Islam setelah mendapat pertanyaan dari Kiai As’ad. Yang akhirnya kemudian pada Muktamar, NU menerima azas tunggal Pancasila dengan catatan; Pancasila bukan suatu agama dan tidak dapat menggantikan kedudukan agama.

Masih pada era Presiden Soeharto. Ketika NU dan Gus Dur selalu digembosi oleh orde baru yang otoritarian. Melakukan segala cara untuk mencapai tujuannya. Boleh dibilang, sepanjang perjalanan orde baru, NU mengalami tekanan yang luar biasa.

Puncaknya, ketika orde baru melakukan segala cara dalam Muktamar Cipasung. Gus Dur sebagai sosok yang kritis dan menjadi aktor penting waktu itu tidak diinginkan untuk menjadi Ketua Umum PBNU. NU digembosi dari dalam, namun pada akhirnya Gus Dur tetap keluar sebagai pemenang mengalahkan Abu Hasan yang didukung orde baru.

Masih banyak lagi cerita lain “benturan” NU-Orde baru dan Soeharto. Menjadi catatan sejarah panjang yang tak akan pernah hilang. Kedigdayaan rezim, superioritas akhirnya mengalami keruntuhan. Namun, sebegitu kuatnya benturan tersebut, NU tetaplah NU dengan sikap dan pendiriannya.

Gus Dur, bagaimanapun benturannya dengan Soeharto, tetap saja suatu kesempatan menemui Soeharto. Seakan tidak pernah terjadi apa-apa antara dirinya dan Soeharto.

Yang paling diingat dan berkesan, ketika dirinya sendiri dijatuhkan dengan berbagai cara oleh musuh-musuh politiknya. Pilihan untuk mempertahankan kekuasaan atau mundur, Gus Dur justru memilih mundur. Alasannya karena beliau tidak ingin ada darah yang menetes karena mempertahankan jabatan. Terlalu kecil harga sebuah jabatan hingga mempertaruhkan nyawa manusia.

BACA JUGA :  Surety Bonds Protect Infrastructure Investment

Bagaimanapun kuatnya benturan yang terjadi, tetap saja harus mengedepankan prinsip di atas segalanya. Kebenaran harus tetap disampaikan, namun cara yang digunakan harus tetap elegan, tanpa mengenyampingkan rasa kemanusiaan.

Begitulah sejatinya bersikap kepada seorang presiden atau penguasa sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat secara luas. Tidak serta merta harus menggerakkan aksi massa, membuat fitnah, provokosi, agitasi-agitasi, apalagi sampai akhirnya menghilangkan nyawa.

Bagaimana dengan hari ini? NU tetap tegak lurus pada pendiriannya. Adaptif dengan kekuasaan atau siapapun yang berkuasa. Amanah yang diberikan kepada penguasa merupakan mandat rakyat. Kedudukan yang diperoleh sah secara konstitusional melalui hasil pemilu. Harus dijaga sampai akhir masa jabatannya.

Bahkan, jauh dari itu, NU ikut ambil bagian dalam kontestasi pemilu. Secara personal warga NU diberikan kebebasan menentukan arah politiknya. Secara kelembagaan, tentunya NU juga membuat perhitungan dan ingin dihitung, untuk memastikan aspirasinya tidak diabaikan atau dipandang sebelah mata.

Pendirian PKB adalah puncak NU membuat perhitungan dan ingin diperhitungkan untuk mengakomodir aspirasi arus bawah NU. 59 persen warga NU yang tergabung dalam struktural maupun kultural. Bersatu padu saling menguatkan (simbiosis mutualisme) untuk menggapai tujuan bersama. Lebih-lebih warga NU di akar rumput mayoritas hidup masih dibawah garis kemiskinan. Hidup sebagai buruh lepas, petani, nelayan dan lain sebagainya.

Singkatnya, NU tidak peduli dengan siapapun yang berkuasa. Karena bagi NU, yang terpenting dari segalanya adalah menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di atas segalanya. Sa’at yang sama ikut serta mengisi kekuasaan tersebut dengan kerja-kerja nyata. Untuk warga Nahdliyyin sendiri dan segenap warga negara Indonesia.

Amer Muamar /Sekretaris DPC PKB Tebo

Share :

Baca Juga

Berita

Resmi jadi Bacaleg Demokrat, Zakaria Siap Maju jadi DPRD Bungo
Pj Bupati Tebo

Berita

Lakukan Mediasi, Pj Bupati Tebo Aspan Jamin 5 Perangkat Desa Jambu Kembali Kerja

Berita

SK Pj Bupati Tebo Diperpanjang, Ansori : Tanda Kinerja Aspan Sangat Baik
Polres Tebo

Berita

Polres Tebo Gelar Rilis Akhir Tahun 2022, Ini Data Kasus dan Capaiannya
Partai Peserta Pemilu

Berita

Resmi Ditetapkan, Ini Nomor Urut Partai Peserta Pemilu 2024
Pj Bupati Tebo Aspan

Berita

Lantik Serentak 39 Kades, Aspan : Jangan Tidur, Selesaikan APBDes 2023

Berita

Ini Nama-nama 331 Bacaleg di Tebo yang Lolos Ikuti Pemilu 2024
Pelaku investasi bodong

Berita

Tipu Korban dengan Modus Investasi Kredit Emas, Ibu Rumah Tangga di Tebo Ditangkap Polisi